RSM-The Hospital 3

RSM – the hospital.

… awal cerita ini adalah film “the terminal”, yang bercerita tentang kehidupan seseorang di bandara. bagaimana mencari uang, bagaimana tidur, dan bagaimana makan, dan jatuh cinta,di sebuah bandara. selengkapnya harus menonton film 2004 tersebut.

Sampai beberapa waktu yang lalu, saya beranggapan bahwa ICU(Intensive care unit) itu sesuatu yang menakutkan. Ada yang bilang, begitu masuk ruangan tersebut, peluang hidupnya hanya 60%. Dan ada yang pernah bilang, biaya di ICU adalah 10 juta/hari. Begitulah gambaran betapa menyeramkannya ruangan tersebut.

Kemudian saya terbayang program intensive untuk SPMB/SNMPTN/SBMPTN. Apakah program intensive tersebut “menyeramkan”? mestinya program intensive adalah jalur penyelamatan/jalur harapan, juga yang pasti memperbesar peluang. Tidak berarti yang ikut intensive peluang gagalnya 40%. Jika begitu bimbingan belajar yang berserakan dari sabang sampai merauke akan segera “berubah” menjadi perguruan tinggi pencetak gelar tanpa makna.

Ini kali kedua menghadapi ICU, sebelumnya hanya beberapa jam karena harus segera terbang kualanamu menuju husein sastra negara bandung. Kala itu ICU masih sangat menyeramkan, begitu mendengarnya kepanikanpun datang, rasa rasanya jika mengukur tensi saat itu mungkin sekitar 190. Juga berat badan terasa berkurang, jadi alternatif untuk mereka yang ingin diet, seringlah berkunjung ke ruang ICU.

Ini kali kedua, cerita the hospital pun dimulai. Kami tinggal di ruang tunggu ICU ini untuk beberapa hari. Dan sepertinya memulai kehidupan disini.

Tetanggayang pertama, sebut saja ibu Mega, dia menunggu ibunya yang baru saja selesai operasi. Awalnya, bu Mega membutuhkan charger nokia, karena melihat bu Mega sudah cukup tua, saya bukan saja meminjamkan charger. Melihat bu Mega yang duduk dan kesulitan berdiri, saya berdiri cepat dan pergi men-charger ke tempat dispenser. Karena dispenser tersebut satu-satunya tempat menemukan listrik di ruang tunggu tersebut.

Tetangga yang kedua adalah Mr. e, singkatan dari Mr. Elektronik, beliau ini cukup renpong. Saat Hp di tangan, tablet di charger, dan saat main tablet hp di charger. Sampai suatu waktu, saking bosannya menunggu charger selesai dan kami membutuhkan air panas dari dispenser, kamipun menghentikan dengan paksa. Saat Mr.E di toilet seseorang dari kami menggantinya dengan dispenser. Akhirnya Mr. E mencari solusi, membeli/membawa cok cabang. dan tentunya kamipun menompang pada orang yang kami paksa keluar dari zona dispenser.

Waktu besukpun tiba, menempati ruang ICU dalam sejam, akhirnya mengamati apa saja yang ada dalam ruangan tersebut. Dan ternyata anggapan selama ini sungguh berbeda, ICU tidak ada bedanya dengan program intensive, tidak ada yang berlebihan. Tentu disini lebih aman dari ruang biasa. Setelah selesai besuk, kembali ke “rumah” (ruang tunggu). Kami berbincang dengan Bu Mega, beliau cukup panik. Sampai sampai dia berniat membawa nenek (Ibu Bu Mega) ke rumah dan pasrah. Dia panik mendengar biaya, katanya 10 juta/hari, padahal beliau hanya mempunyai 20 juta. Dan sepertinya 20jt tersebut sudah tidak cukup. Untuk itulah dia sangat membutuhkan charger sebelumnya, agar dapat menghubungi sanak saudaranya. Kemudian kami menyuruh bu Mega ke kasir, untuk menanyakan biaya, bisa jadi 10jt itu untuk sampai hari ini, bukan /hari. Bu mega pun mulai tenang.

Ini yang selalu saya tekankan, orang-orang kesehatan harus mengerti psikologis, dan melihat dari perspektif pasien. Agar tidak menimbulkan kepanikan. Sama halnya ketika kami ke ICU, periksa bentar, tanpa keterangan apa apa, keluar pernyataan “ini harus segera ke ICU”.

Saya kemudian terbayang, misal saya jadi guru/dosen. Lalu ada murid bermasalah yang kebetulan anak dokter. Lalu saya bilang, tanpa penjelasan, anak anda harus pindah jurusan. Apakah dokter tersebut tidak panik???

Tiba saatnya kembali ke ruangan, berpisah dengan tetangga di ruang tunggu ICU. Ada sebuah telepon dari MS, abang rapi sedikitlah di rumah sakit, supaya perawatnya rajin dan baik merawat mama. hehe. dicoba nga ya?

Tetapi itu tampaknya sulit sekali, 24jam di rumah sakit, bahkan suatu ketika nyuci bajupun di rumah sakit. Dan berhubung sering jaga malam, pagi dan siang cenderung kebanyakan tidur, dan sesekali terbangun saat perawat control. Jangankan melihat sisi “rapi”, mungkin perawatnya berpikir, “nih anak tukang tidur ya, perasaan tiap saya kesini selalu tidur”. hehhehe 

Tetapi pada akhirnya perawatnya baik2 semua, mungkin karena sering kami gombali, eheheh salah. sering di gombali saudaraku. Kalau sampai aku yang gombal, mkn benar kata “seseorang”, yang keluar malah orasi soekarno, atau puisi ws rendra. ahahaha. ya sudahlah, saya nga ikut gombal, saya bantu membuat perawatnya tersenyum saja. atau memang pada dasarnya perawat disini baik baik. Jadi, (mungkin) masalah rumah sakit kita adalah masalah kebijakan. Rumah sakit tidak berani gaji dokter cukup, sehingga dokter kebanyakan “nyambi”, kerja di banyak rumah sakit, akibatnya hanya visit beberapa jam. Dan akhirnya pelayanan kurang. Tentu perawat yang stand by di rumah sakit menjadi korban kekesalan kel. pasien. Ini yang harus di benahi. Bagaimana caranya dokter penuh di satu rumah sakit.

Ada banyak hal menyangkut perbaikan rumah sakit kita, salah satunya tentang “bagaimana seseorang menjadi dokter?”. konon katanya, dibeberapa universitas, kursi fakultas kedokteran teegantung uang, artinya anda mampu bayar, anda dapat kursi FK. Semoga saja ini tidak benar. Yang kedua, bagaimana anak FK di kampus, tdk perlu saya jelaskan, karena juga kebetulan di kampusku
tidak ada FK. Tetapi katanya beda dengan anak-anak fakultas lain. Itu kenapa saya suka “lelucon” temanku, sebelum anda di periksa dokter, tanya dulu. Lulusan mana? Akreditasnya apa? bisa jadi pas ujian nyontek. jadi waspadalah sebelum di suntik . Mungkin akumulasi dari kebijakan rumah sakit, seleksi mahasiswa baru, dan kehidupan di FK lah yang melahirkan dokter “taman kanak-kanak” seperti pengalamanku dulu. Waktu itu, kami membawa ibu dari samosir menuju medan, sampai di medan pukul 9 pagi. Dan melapor ke dokter yang bersangkutan. Dokter tersebut berjanji akan visit sore hari, namun sampai malam hari dokter pun tak kunjung datang. Saat di telepon “beliau” berhalangan hadir karena hujan. Apa tidak ada alasan yg lebih logis? tidak datang karena hujan, itu macam alasan anak tk saja. soalnya, kalau anak sd tdk datang karena hujan, pasti di hukum guru. Dan ketika kami protes terhadap perlakuan dokter tk tersebut, rumah sakit menyuruh dokter umum, periksa bentar, lalu keluar pernyataan pindahkan ke ICU, itu pertama kali menuju ICU. Saya jadi curiga, jangan- jangan ada SOP nya, ketika kel.pasien protes, pindahkan saja ke ICU. 

Buat kawan-kawan anak FK, jngan marah ya… ini bukan sindiran, ini base on true story, ini atas nama cinta jugankok, semoga kelak kita punya rumah sakit yang benar, dan semoga kelak kamu menjadi dokter yang terbaik.

Oh ia, waktu masih di ICU, bu mega sering titip barang, saat dia lagi mandi atau lagi keluar. Begitupun sebaliknya. Dan saat masih di ICU, bu mega juga datang jenguk mama. Benar benar tetangga yang baik. dan beberapa hari yang lalu, masih bertemu. Syukurlah nenek juga sudah pindah ke ruangan.

Sbagai penutup, jadikanlah sekitar kita menjadi keluarga, juga jadikan keluarga menjadi sekitar kita.

Keluarga (sedarah) yang menjauh, jangankan menjenguk, sms pun tidak, belum tentu lebih keluarga dari bu Mega, penghuni ruang tunggu ICU.

kalau ada yang sakit, segeralah berobat.
kalau ada yang salah, segeralah dimaafkan.

RSM-The Hospital 2

… teringat cerita dosen, siapakah CEO Garuda Indonesia? apakah seorang pilot atau pramugari? ternyata seorang penumpang, supaya mengerti kenyamanan penumpang, 

pasa waktu SPMB dulu, yang kemudian berganti nama menjadi SNMPTN, dan sekarang SBMPTN, pikiran masih begitu “pokos”nya berpikir bahwa akan kuliah di FK(Fakultas Kedokteran),lalu mendirika Rumah Sakit Maria (RSM) sampai-sampai sudah membuat logo rumah sakit tersebut. Begitulah tertulis di buku-buku persiapan SPMBku dulu. Namun apa daya, saat spmb tersebut banyak kesalahan2 kecil, seperti mambuat -1-(-1/2)=1/2. pasahal mendapatkan anggka -1 dan -1/2 itu sungguh perhitungan trigonometri yang panjang. banyak kesalahan seperti itu, dan akhirnya dalam spmb tersebut hanya lulus di pilihan kedua. Masih belum menyerah, saat itu berpikir meninggalkan I*B dan kuliah fk di swata. tetapi semunya batal karena satu pernyataan saudara “hebat kali kau, masa I*B kau tinggalkan?”. akhirnya kuliah di fk pun batal. saat itu belum menyerah pada pendirian rsm, berniat spmb di tahun berikutnya, sembari kuliah di jurusan matematika.

namun, rencana tersebut tidak jadi di eksekusi, kuliah satu semester di matematika membuka mata tentang panggilan hidup. motivasi saya masuk fk adalah gaji dokter yg tinggi, lalu mendirikan rsm. sy tdk punya motivasi menolong orang sakit atau meneliti obag-obatan. dan akhirnya memutuskan tdk ikut spmb lagi.

selepas lulus s1, masih ada ketertarikn akan dunia kesehatan. pilihan saat itu biomedical engineering, konon katanya mengurus kesehatan melalu pendekatan kedokteran, engineering, science, dan teknologi. itupun kembali batal karena masalah sepele, sama sepelenya dengan -1-(-1/2) di spmb sebelumnya.

sungguh, bukan batu besar yang membuat kita terjatuh, tetapj kerikil kecil. waspadalah, waspadalah…

namun bukan itu akhir dari cerita ini, saya tidak berniat menggurui, berniat jadi gurupun tidak, cukup sudah, saya hanya ingin bagian dari anda, keluarga anda. ini hanya cerita di warung kopi. dan ketikapun aku mati nanti, tidak perlu di ingat namaku, apalagi di abadikan jadi nama rumah sakit, makamkupun tak perlu ada. biarkan saja seperti org biasa, mati masuk simin, lalu di okkal holinya seperti org batak biasa, lalu makamkupun hanya nompang. sesungguhnya begitulah. kita cukup manusia biasa. bukan putus asa, atau tidak bercita-cita, tetapi saya lbh senang cita-cita bersma. contoh, saya dan pembaca bercita-cita Indonesia menjadi negara maju, ya sudah mari kita ujudkan. mari kita lupakan cita-cita ku. 

kembali pada topik utama, jadi org yg cocok jadi direktur rumah sakit adalah pasien, atau yg sering menjaga pasien. kenapa? supaya mengerti pelayanan, mengerti sudut pandang pasien. begitulah menurutku.

jadi seumpamanya aku dan kamu membuka rumah sakit, ingat itu bukan rumah sakitku, juga bukan rumah sakitmu, tapi rumah sakit kita. dan direktur utamanya, kita pilihkan bukan dokter, bukan perawat, bukan juga pebisnis, tetapi pasien, atau org yg sering jaga pasien.

begitulah cerita kedua ku, tentang dunia keehatan.

jangan berpikir ini sebuah kesombongan, apalagi sindiran. ini hanya sebuah surat cinta, mungkin kelak Indonesia punya rumah sakit yg bisa di banggakan 

salam manis dari rsm_ ( rumah sakig martha….)

RSM-The Hospital -1

… catatan pribadi.

dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, hari-hariku banyak di rumah sakit, rumah sakit di medan, rumah sakit di bandung, rumah sakit di jakarta, rumah sakit di samosir. ada sekian banyak yg ingin ku ceritakan, meskipun belum tentu aku mampu menceritakan. terimalah cerita ini sebagai suatu bentuk “keinginan” memperbaiki, dan bukan suatu kritik, atau merusak nama baik. ini hanya sebuah tanda cinta, bahwa kelak kita akan menjadi negara maju dalam bidang kesehatan. mungkin 2045 atau mungkin 100 tahun lagi.

bagian pertama.
hal yg saya soroti adalah bagaimana rumah sakit (manajemen, dokter, perawat, pegawai) sadar betul pentingnya aspek psikologis dalam kesehatan. contoh, memberikan keterangan kepada pasien. untuk org-org kesehatan, istilah operasi pastinya hal yg biasa, dan itu kehidupan sehari-hari buat mereka. akan tetapi berbeda utk pihak pasien, utk bayak org, istilah operasi merupakan hal yg menyeramkan. untuk itu ketika ada situasi harus operasi, pertimbangan psikologis adalah keharusan. juga dengan isrilah kanker, tumor, dan segala macamnya, istilah itu berebeda dalam perspektif dokter dan dalam perspektif pasien/kel pasien.

dan sebaiknya, pihak rumah sakit berpikir bukan sebagai perspektif org kesehatan, namun perspektif pasien. juga sebaliknya, kel pasien yg datang ke rumah sakit berpikir dgn perspektif rumah sakit, dimana ada banyak pasien, dgn keterbatasan perawat, keterbatasan dokter. hal ini penting, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

bagian dua, aspek propesionalisme.
suatu waktu, saya pernah membaca tentang tulisan singkat tentang perbedaan dokter dan montir. dalam tulisan itu, sedikit membawa tawa. sang montir berkata pada dokter, “kita sama, sama sama mengganti onderdil.” dan dgn senyum dokter bilang “ya… kita sama”. “lalu knapa gaji kita beda?” protes montir. dan dokterpun berkata “kalo kamu bisa ganti onderdil mobil yg hidup, gaji kita akan sama”.. montirpun terdiam.

yap, dalam dunia kesehatan manusia, berbeda dgn kesehatan mesin. dimana, kita tidak bisa control z, tdk bisa memutar mundur. jadi org-org kesehatan harus yg profesional, berdedikasi. dan itu harus dimulai dari kampus yg berkualitas, recruitment yg benar, dan manajemen rs yg benar.

bagian ketiga. masalah manajemen.
rata rata satu dokter indonesia bekerja di berapa rumah sakit/klinik? tentu pertanyaan ini bukan menyalahkan dokter, karena pertama, kita masih kekurangan banyak dokter. kedua hal ini bagian dari kebijakan rumah sakit. ada cerita dari negara tetangg (malasya), konon katanya rumah sakit berani membayar tinggi satu dokter, dengan kesepakatan dokter tersebut bekerja di satu rumah sakit saja. dan outpunya, pelayanan lebih maksimal.

Dimana Tiang Bendera Kita?

“Dimana tiang bendera kita?” sepertinya perlu kita pertanyakan detik ini juga. Kasus intoleransi antar umat berama tampaknya menjadi symbol bahwa kita terlalu banyak membawa bendera masing masing. Kita terlalu mengutamakan bendera yang kita bawa, dan melupakan tiang benderanya.

Membawa bendera masing masing tentu tidak salah, tetapi semestinya masih dalam koridor ke-universal-an. Yang di maksud bendera di sini adalah kepentingan pribadi atau sekelompok orang, sementara universal yang di maksud seperti nilai nilai kemanusiaan, toleransi, saling menghargai, dan lain lain.

Tiang bendera tidak mewakili warna atau bendera tertentu, tetapi dapat di padankan dengan bendera apapun. Jadi tiang bendera merupakan symbol nilai universal. Ini yang kita lupakan.

Contoh sederhana kita terlalu sibuk dengan mayoritas dan minoritas, dan melupakan sama sama manusia. Sibuk dalam urusan jawa dan non jawa, tetapi lupa sama sama Indonesia. Sibuk dalam urusan Jakarta dengan jokowi-ahoknya, tetapi melupakan urusan puluhan propinsi lain.

Sepertinya mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi hanyalah sebuah teori, pada kenyataannya selalu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. Pada kali ini yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana supaya mengutamakan kepentingan pribadi itu tidak menyalahi kepentingan bersama.

-“The difference between genius and stupidity is; genius has its limits.” Albert Einstein

Kasus kasus pelupaan atas tiang bendera ini tidak terjadi hanya dalam skala besar, tetapi menyentuh hingga akar rumput. Missal kita kilhat organisasi oranganisai kemahasiswaan. Kita akan sering bertemu dengan kasus “saya kan nga di ajak”, pertanyaannya apakah anda anak presiden atau berdarah biru yang harus di prioritas pertama?. Ataukah anda orang yang sekarat dalam ambulan sehingga harus dapat pertolongan bersama. “saya kan nga di ajak” symbol inilah pertanda membawa bendera masing masing. Tetapi lupa bahwa seharusnya kesadaran yang di jadikan tiang bendera dalam berpikir. Ini yang sering terlupakan.

Jadi, mengutamakan tiang bendera daripada bendera mungkin hanyalah teori, silahkan saja membawa bendera tetapi jangan sampai merusak tiang bendera bersama, ketika ada yang melewati batas itu. Itu tak lebih dari idiot seperti kata Einstein. Think globally, act locally

bisa jadi based on true story :)

… di sudut kota mati itu, aku bertemu dengan sales mobil, sebut saja namanya Miko. waktu itu aku sedang melihat harga mobil Avanza, mobil itu hendak di pakai buat start up sebuh travel, sebut saja mananya toba travel. Sampai sekarang saya nga tau apa di pikiran sales itu. dan untuk saat ini saya tidak mau berandai-andai. tetapi seingatku dia sama sekali tidak berniat melayani, menjawab pertanyaan seadanya. padahal saya datang dengan cukup rapi, kemeja, pakaian pulang kerja lebih tepatnya.

… di sudut kota kreatif, aku juga pernah bertemu dengan sales mobil, sebut saja Mika, waktu itu aku sedang mencari sebuah mobil rush untuk saudara. saya juga nga tau apa di pikiran Mika, tetapi dia sangat niat menjelaskan tentang mobil itu. padahal saya datang setelah bangun tanpa mandi, pakai celana pendek, plus jaket himpunan yang sedikit berubah warna, jadi merah kehitam hitaman. saya yakin dia tidak pernah berpikir bahwa saya tidak bisa membeli mobil. dengan pelayanannya, saya lebih yakin bahwa dia mengira saya benar benar akan membeli rush itu, entah untuk pribadi atau keluarga.

***
… dalam sebuah cerita di new york, ada seorang sales yang cukup terkenal, sebut saja “donal”. ceritanya, donal ini memperlakukan setiap pelanggannya sama, bahkan ketika ada anak sd yang mencari mobil ford, dia yakin malamnya akan membawa orang tuanya membeli mobil. jadi dia akan melayani dengan sunguh sungguh. itu yang membuat dia berbeda, bahkan ada banyak pelanggannya dari penjuru yang jauh. dan tidak hanya itu, setelah deal dengan pelanggan, beberapa hari kemudian dia akan menelepon pembelinya, apakah puas dengan mobil itu. dan jika ada yang tidak jadi membeli mobilnya, dia akan menelepon sekedar bertanya kabar.
***

Mika, Miko, dan Donal, mereka sama sama sales. tetapi bagaimana dengan rezeki mereka? bagaimana dengan kepuasan pelanggan mereka? jika anda hendak membeli mobil, anda akan menemui sales yang mana? bisa jadi pertanyaan2 itu sesuatu yang berhubugan.

tetapi terlepas dari itu, seandanya mobil itu ada di hadapan kita masing masing. siapa yang berada di sebelah kiri kursi kemudinya? ehheheh *namanya juga jam 2.25 pagi 🙂

The Secret Bodyguard

the secret bodyguard

.. beberapa bulan lalu aku di tawari Angel untuk menjadi pengajar Privat Fis-Mat temannya- bernama putri. putri bukan saja memiliki orang tua yang kaya, tapi juga punya tabungan banyak dari honornya menyanyi. memang putri hanya artis daerah, tapi di bulan liburan sekolah putri mendapat banyak job. karena saat liburan adalah musim kawin (baca :nikah) buat orang batak, hal ini

di pilih supaya keluarga dari perantawan bisa pulang.

jujur saja, awalnya aku tidak berpikir apapun tentang putri, apakah dia akhirnya bisa mengerti yang ku ajarkan?, kecuali satu hal “money”. tentu saja honor mengajar privat pakai faktor pengali, misal standarnya 25.000. ketika mengajar keluarga di bawah rata rata kalikan dengan satu, mengajar kelas menengah kalikan dengan 2, mengajar di atas rata rata kalikan dengan 3, dan mengajar pencilan kalikan dengan 4, untuk artis kalikan dengan 5. system faktor pengali ini bukan tanpa alasan, alasan pertama : subsidi silang. alasan kedua; kesulitan mengajar sebanding dengan kekayaan orang tua (walau tidak selalu).

alasan pertama, subsidi silang.
misal rumah pengajar 15 km dari rumah siswa, dengan uang 25 000, (kecuali pakai motor) duit tersebut habis di ongkos. tentu tidak cukup untuk makan malam. jadi, perlu subsidi silang. dan kebijakan seperti ini juga di terapka universitas ketika pemerintah membuat PTN menjadi BHMN atau BHP, yang mana dampaknya PTN harus mencari dana operasional sendiri

alasan kedua, kesulitan mengajar sebanding dengan kekayaan orang tua. (walau tidak selalu).
ada dua hal yang di soroti di sini. kemauan bekerja keras anak ada hubungannya dengan kekayaan orang tua, yang kedua tentu orang tua di bawah rata rata tdk akan menuntut lebih, sementara orang tua di atas rata rata wajar menuntut lebih. lagipula harga sebanding kualitas kan?. kalau ini tampak kejam, belajar sajah di sekolah. berpikir mauk ke dunia privat di situlah kekejaman di mulai. toh, ketika privat prosesnya sudah melenceng dari pendidikan, murid hanya senang satu hal “cara cepat”. padahal, cara cepat itu sendiri sudah termasuk mengingkari bernalar. so, privat memang kejam. pengajar privat yg mengajak bernalar akan segera kehilangan pekerjaannya.

tapi, untunglah hukum newton di film “Cin[T]a”, yg berbunyi “kecantikan berbanding terbalik dengan kepintaran” karya Sudjiwotedjo -presiden Indonsia loyers club, tdk terjadi pada putri

putri tanpaknya perlahan menikmati mekanika dan juga penampakan cacing dalam integral. mungkin saja putri tdk beruntung mendapat guru yang baik selama ini atau terlalu sibuk dengan panggung hingga nilai raport tampak berantakan. putri penah berniat mencuci raportnya, tentu putri mudah saja dengan uang yang dia miliki. niat putri mencuci raport muncul ketika perubahan sistem SNMPTN2013,- yg mana milihat nilai raport tanpa ujian tulis.
“ka, gmn kalau kita cuci aja raportku?”
“rusak dong”
“bikan cuci begitu ka?”
“itu sih terserah kamu put, tapi coba bayangkan “putri artis desa mencuci raport” menjadi headline di media. mau taro mana muka mu put?
“enak aja ka, artis desa,, kota tau…. lihat aja nanti aku masuk Indonesia Idol…” canda putri sambil kesal. putri memang aneh, lebih manis saat kesal.
“makanya put, publick pigure itu harus teladan, kan kasian fans kamu seperti aku, hehe”
“ellah, sok fans… mana ada fans tokok2 kepala idolanya”
“saat nokok kepala, brarti lagi nga jadi fans aja brarti.. hahah”
“udah dong ka, bantu keputusan dong… bukan buat bingung”
“nah loh… ini kan hidup kamu, masa saya yang putuskan. be your self !!!)
“ya udah ka, tapi kenapa sih ka, system penerimaan mahasiswa baru berubah terus, kasihan kan persiapan selama ini”
“itu sih salah sendiri, suruh siapa senang “cara cepat”. kalau kamu belajar benar2 harusnya siap untuk smua kondisi kan?”
“kaka ahhh, nga seru,, nyalahin putri mulu… salahin noh guruku, tulis soal di papan tulis lalu ke kantin,, gmn blajar kayak begono…” jawab putri dengan kesal nan manis
“mm…”
“pokoknya aku harus lulus PTN ka, malu nanti sama amanda..”
“ha? siapa amanda kok tergantung amanda?”
“ia ka, amanda itu saingan ku di sekolah, udah dia punya pacar, ntar lulus PTN lagi… nah aku, nga punya pacar, nga lulus PTN, kan 2-0 pa….!”
“jadi kamu mau punya pacar atau mau lulus PTN??”
“dua duanya ka, heheheh”
“gmn kalau aku aja jadi pacarmu, kita buat kontrak kayak di film film”
“ga mau ah, nanti pacarannya bahas gerak jatuh bebas,,,”
“trus mau blajar reproduksi?”
“ah, pikiran kaka jorokkkkkk”
“loh, itu bisa di atur di kontrak, selama pacaran nga boleh bahas pelajaran..”
“mmm, tapi putri pengen di jemput ke sekolah naik motor gede ka…, motor kaka kan jelek”
“kita bli aja motor baru, atas nama kamu deh,,, kontrak selesai, motor kembali ke pemilik, DEAL”
“deal”
“tpi, kamu kan kasih banyak syarat, dari aku juga ada syaratnya..”
“pertama, setiap pacaran kamu harus bayar 100.000/per hari”
“gampang,,,,,”
“kedua, hubungan kita tidak boleh di ketahui orang lain, apalagi media”
“lohhh, gmn pacarran begitu…”
“mau ato nga?”
“tadi kan harus ngejemput, sekarang nga boleh di ketahui orang,,, gmn sih?”
“aku tetap jemput, pakai helm, nah temanmu kan nga lihat wajar,,, tpi bisa lihat kamu di jemput.., DEAL?”
“deal”

The secret bodyguard 2

Perlahan hubunganku dengan putri memang lebih dari hubungan guru dan siswa, melihat perubahannya membuatku lupa kondisi pendidikan bangsa ini. Terkadang aku menyesali terjun ke dunia pendidikan, tapi melihat putri mulai kecanduan belajar memberiku sedikit semangat. Terkadang aku menerima telepon putri jam 12 malam untuk sekedar pemberitahuan bahwa PRnya sudah selesai. Mkn sajah putri kurang perhatian di rumah, tapi dia tidak pernah mengeluh. Dia bisa menciptakan perhatian dari sekelilingnya, itu alasanku menyebutnya putri. Seperti princess yang seolah olah kedewasaannya satu tingkat di atas usia normal. Ya dia tidak boleh mengeluh.

Aku menawari putri kontrak tersebut, tentu saja bukan mengumpulkan uang untuk anak jalanan seperti di film2. Kontrak berjalan sampai putri  menyadari “Tidak menggampangkan sesuatu”. 100.000/hari sengaja aku buat di satu rekening berbeda dan nantinya akan ku kembalikan. Sebagai the secret bodyguard tentu aku bertanggung jawab untuk keamanan putri, termasuk keuangan dia di masa depan. Kemana uang itu nantinya, itu hak putri. Dan masalah siswa-siswiku yang anak jalanan biarkan saja bekerja sambil belajar, toh aku bukan Negara yang menjamin pakir miskin dan anak anak terlantar kan? Dan tidak segala hal menjadi urusanku, aku terlahir untuk apa yang bisa ku beri atau sedikit di atas kemampuanku, tentu itu tidak berarti bertanggung jawab akan segala hal.

Suatu ketika, sebagai pacar-kontrak yang baik, putri mengikutiku ke sebuah rumah belajar untuk anak jalanan tanpa sepengetahuanku. Ke esokan harinya Dia mengejudkan ku kembali, dia mendaftar jadi pengajar muda di rumah belajar tersebut. Dan ketika itu, putri masuk terlalu jauh ke dunia sosial. Masalah keuangan di rumah belajar menyentuhnya, dan menyadari “uang” itu bukan masalah gampang.

Selain masih belajar di rumahnya, kamipun sering pergi bersama ke rumah belajar tersebut. Entahlah, itu sebuah pacaran atau kegiatan sosial. Dan itu mengurangi jam putri naik panggung, dan tentu pendapatannya menipis.

suatu ketika, bencana alam buat rumah belajar benar benar terjadi. Pemilik tanah tidak lagi mengijinkan tempat kami belajar, dan akan segera menjual tanah tersebut. Dan rumah belajar tersebut hanya punya dua pilihan, pertama membeli tanah, kedua menyewa rumah 300 meter dari rumah belajar tersebut. Dalam keputus asaan, putri bertanya satu hal, “apakah memutus kontrak les privat atau kontrak pacaran?”

mengahapi putri, aku sama sekali tidak merubahnya menjadi apapun. Salah sendiri pernah mengikutiku keduani sosial. Mengurusi keuangan putri, itupun bukan keinginanku, satu satunya pesan orang tuanya saat pertama kali mengajar, “tolong ajari putri menghargai uang, mumpung masih ada” masih ingat di kepalaku. “be your self” selalu ku ucapkan untuk putri, dan aku selau berharap kelak dia benar2 jadi putri.

Saat menghadapi pertanyaan konyol putri, terbesit di pikiranku mengembalikan rekening kontrak kami. Tapi aku yakin, saat memberinya rekening tersebut, tanpa pikir panjang putri akan menyerahkan isi rekening ke rumah belajar tersebut. Dan itu berarti putri blum menyadari makna sebuah “uang”. Dia belum berubah menggampangkan sesuatu, sekalipun ada perubahan dalam hal yang lain.

Akhirnya aku menjawab putri dengan normative, “itu sih terserah putri aja”. Putri  pun kembali keluarkan sisi manisnya dengan kesal.

The secret bodyguard 3

…beberapa bulan kemudian, putri memberiku sebuah amplop. saat itu aku sedang berpikir apakah ini berisi amplop “kontrak”, atau surat “pemecatan” sebagai guru privat.

“apa ini put?”

“buka aja bang!!!”

sambil membuka amplop, pikiran ku tertuju kata “bang” dalam kalimat putri, itu berarti bukan “surat kontrat”, atau jangan jangan itu panggilan terakhir putri. akhirnya amplot terbuka dengan sebuah sertivikat tanah rumah belajar.

“uang dari mana put, kamu kan udah jarang manggung?”

“aku kumpulin lah,”

“bagaimana, sementara kita sering bareng kok!!”

“i have connection….”

saat pikiranku berkutat di pilihan “berhenti sebagai gurunya” atau berhenti sebagai “pacarnya”, dia mengejutkanku kembali. putri benar, dia memiliki banyak teman artis dan di media.

putri mengirim sebuah cerita ke media tentang rumah belajar, dan dalam sebulan uang sudah terkumpul bahkan lebih dari yang di butuhan ruma belajar. dengan prestasi putri di rumah belajar akhirnya dia mendapat beasiswa di berbagai PTN. tinggal menyelesaikan UN dan bebas memilih PTN pilihannya…

dan akhirnya, kedudukan putri dan amanda berakhir 1-1. putri lulus PTN dan amanda punya pacar.

dan the secret bodyguard … aku menyukai semangat putri dalam belajar, aku menyukai totalitas putri mengerjakan sesuatu, aku kagum dengan kemampuan putri menghubungkan donatur dengan yang membutuhkan, tapi untuk masalah hati tentu saja masih tetap bersama Angel.

pagi ini stock kopi di tasku kebetulan habis. sorry kalo tulisannya pendek, hahahha

my princess

my princess 

setelah bangun pagi, seperti biasa aku menuju tas kesayanganku. tas itu ku beli beberapa tahun lalu seharga Rp 450.000,-, sebuah tas labtop dengan punya banyak kantong. setiap bangun biasanya tanganku meraba tiga ruang dari banyak ruang yang tersedia di laptop tersebut, dan ada tiga barang yg paling sering ku gunakan sebangun pagi. lap top, modem, dan 1kopi. kemudia menuju sebuah mej

a dan masih di temani 3 barang tadi. aku tiba tiba menyadari sedang merindukan seseorang, seseorang yg mampir di ruang mimpiku tadi malam. she is my princess.

aku sedikit terlarut dengan ruang waktu, seakan aku kembali kemasa lampau keseluruh tempat yang pernah ku singgahi bersama sang putri. terkadang aku bingung juga melihatnya, terkadang dia terlihat sangat kuat, pintar, dan tentu sedikit nakal. tapi anehnya, dia sering sekali sakit.

ada dua tempat yang sering kami kunjungi berdua, Klinik bumi ganesha, dan satu lagi ruang praktek dokter di sudut kota bandung. kalau penyakit putri terlihat ringan, kami biasanya menuju klinik bumi ganesha, alasannya tentu saja bukan masalah pelayanan tapi karena murah dan juga putri memiliki asusansi mahasiswa disana. dan kalau putri terlihat parah, kami menuju praktek dokter putri. dokter itu memang sepertinya terlahir untuk putri, sekali penanganan biasanya langsung sembuh. tapi emang lumayan mahal. jadi dokter putri ini bekerja hanya ketika kondisi putri darurat.

komunikasiku dengan putri mirip seperti protokol dalam kerajaan, -baku, simple, dan jelas.
“hallo, sibuk nga”
“ya, kenapa?”
“ya udah, ga papa”

“hallo, sibuk nga”
“ga, kenapa?”
“bisa antar ke dokter, aku sakit”

dua komunikasi itu paling sering kami gunakan. dan karena kalau aku sedang sibuk, putri selalu bilang “ya udah nga papa”. sampai akhirnya sesibuk apapun aku, aku selalu jawab “ga, kenapa?”. dan memang hampir selalu, setiap mendapat SMSnya selalu menuju dokter.

suatu ketika, aku sedang belajar untuk suatu ujian yang menurutku menankutkan “ajabar linear”, sekalipun memang agak sulit, matakuliah itu menakutkan karena dosen ku “jauh lebih mencintai matematika dari kemanusiaan”, heheh. tiba2 lagu “lihat sekitar kita -krakatau band” bernyanyi di sampingku dari sebuah Handpone. sms itu datang atas nama putri, kembali menanyakan “hallo, sibuk nga”, aku tak menyempatkan diri untuk membalas smsnya, putri sedang sakit sekarang, pikirku dan langsung menuju parkir.

dalam perjalanan menuju istana “putri”, aku berhenti di sebuah lampu merah di bawah jembatan layang surapati- yang konon katanya “karya anak negri”. sambil menunggu lampu hijau menyala, aku memeriksan hp ku yg ternyata mendapat sms kedua dengan isi yang sama. lantas kau membalas, aku udah di dago, sebentar lagi sampai. ok?

sesampaiku di istananya, -yang kebetulan putri tidur di lantai dua, aku di sambut sebuah senyuman dari gadis yg kuat, sehat, dan sedikit nakalnya. 

“kamu nga klihat sakit put!!”
“siapa bilang aku sakit?”
“yahhhhhhhh, kirain sakit. aku sampai nga belajar untuk ujian besok put”
“yeee, siapa suruh….”
“tapi, kan biasanya tiap sms kamu pasti sa..”
“udah masuk dulu sinih…”

kamipun menaiki tangga demi tangga menuju kamar putri.
“tadi kamu mau bilang pasti apa?”
“pasti sakit,”
“enak aja,”
“kalo gitu masak dulu gihh”

bisa ku bilang enak, anda tau kenapa? karena putri masak indomie telur. bumbunya udah ada, tentu pasti enak, apalagi saat itu masih mahasiswa. untuk membayar indomie telur tersebut, aku menanyakan ada apa sms tadi…

“knapa tadi sms?”
“pengen ketemu aja, nga boleh” dengan tampang polos pada hal penuh kepentingan
“nga biasanya ajah…”
“tadi mau ajak belanja, tapi kalo kamu mau ujian nga jadilah…”
“ya udah nga papa, ayok ajahh”

putri memang selalu begitu, cocok seperti putri kerajaan pandai berpolitik, dengan satu senyum dapat memastikan semua kesepakatan beres.

waktu itu tepat di hujan november, sesampai di pasar belanja hujan turun perlahan di pasar tradisional tersebut. pasar seakan jadi milik berdua berlari sesekali melompat kubangan air. tentu saja aku tak berpegangan tangan dengan putri, selain bisa jadi skandal istana, karena kedua tanganku penuh belajaaan.

setelah menunggu hujan sebentar, hujan akhirnya berhenti untuk kepulangan putri ke istana. namun apa mau dikata, istan tidak punya pawang hujan saat itu, baru saja berangkat dari pasar, hujan kembali turun. itu menjadi ciri khas kota bandung, hujan, berhenti sebentar, kemudian hujan lagi, seakan mau bilang #seperti cinta yang tiada henti.

sebenarnya di jok sepeda motorku ada mantel merah. tapi saya dan putri memutuskan tidak menggunakannya, -walau khawatir putri akan sakit. rasanya perlu bermain hujan menjadi kenangan terakhir sebum putri meninggalkan bandung. tentu saja aku tak merasakan sedikitpun dinginnya hujan bandung, berada 5 meter saja dari putri terasa hangat, apalagi bersama duduk di jog kecil motorku.

sialnya bandung itu terasa sempit, bukan saja efek relativitas cinta atau relativitas einstein, namun 30 menit sudah sampai dari ujung hingga ujung. bandung benar benar sempit… sesampai di istana dengan baju basah kuyup, mataku tertuju pada putri dengan penuh khawatir apakah “anak ini akan sakit atau tidak”.

dengan memberikan sepasang baju training warna waninya, putri menyuruhku mandi. kemudian putri menyiapkan kopi terakhir bersama putri.

My princess 2.

Kopiku perlahan habis, ingin rasanya segelas kopi lagi untuk melanjutkan cerita ini. Sekalipun rasanya sedikit hambar di banding kopi terakhir bersama putri. Tentu saja kopinya sama, sama sama kopi asal samosir yang pahit tapi menyegarkan. Namun, akupun teringat nasihat putri untuk membatasi minum kopi. Sesekali aku ragu juga atas nasehatnya, masa orang sakit sakitan menasehatiku masalah kesehatan? Tapi karena hari ini dia benar benar “ngangenin” jadilah kuputuskan membatasi kopi ini.

 

Teringat kembali mata kuliah “aljabar linear” itu berakhir nilai E. Saya sama sekali tidak menyalahkan putri, karena tanpa nilai “E” di matematika terasa hambar. Lagipula coba anda ingat guru atau dosen anda, yang paling menyeramkan itu bagian penting dari hidup anda. Dan lagipula akhirya aku belajar 2 semester untuk aljabar itu, walau nilai setelah di ulang masih aja “C”, tapi saya bisa merasakan aljabar linear itu. Tentu untuk ukuran anak matematika, saya masih tergolong lambat menghitung nilai eigen, vector eigen, atau transformasi. Namun, kasusnya bukan menghitung, dalam alam semesta apa itu nilai eigen? Apa itu vector eigen? Itulah kenikmatannya. Untuk yg tergolong awam dalam “aljabar linear”, lihat saja contoh kasus penyebaran virus, kenapa yg terinfiksi di isolasi? Karena itulah nilai eigennya. Untuk kasus korupsi, kenapa pemberantasan tdk pernah berhenti, karena itu bukan nilai eigen. Nilai eigen ada di calon koruptor (rekrutmen), semasi itu belum di benahi, korupsi tidak pernah selesai. Atau kasus perokok dan peminum, setinggi apapun pajak perokok dan peminum tetap saja minum, karena itu bukan nilai eigennya, nilai eigennya di calon perokok dan calon peminum. Membatasi calon ini adalah jalan merendam kasusnya. Itulah nilai egen, tentu dalam persamaan matematika di simbolkan.  Putri kebetulan jurusan farmasi. Suatu ketika aku kembali ke istana untuk belajar meredam penyakit seperti di kasus nilai eigen di atas. Tapi anda tau, sama sekali tidak nyambung di pikirkan secara matematika dan di pikirkan secara farmasi. Dalam farmasi menemukan obat tentu penting sekali, tapi dalam matematika jauh lebih penting meredam penyakitnya, sekalipun ada banyak yg mati. Toh itu hanya hitung-hitungan pemisalan. Dan akhirnya saya pulang dengan satu buku farmasi, untuk di baca.

 

Tapi coba kembali ke tulisan 1, melihat putri basah, dan berduaan di kamarnya, masa sih nga melakukan apa apa? Apa anda berpikir saya nga normal? Masa aku khawatir dia sakit ato nga, dimana basah air hujan tentu ada efek tembus pandang?

 

Beberapa minggu kemudian-tepat momen natal seperti sekarang, walau tanpa salju, aku mengajak putri ke istana sebelah. Mengunjugi rumah someone. Motivasinya jelas, ingin menyambut tahun baru nanti dengan pacar baru. Sebut saja namanya “dina”. Dina  dan putri teman sekelas di farmasi. Jadi, strateginya, putri hendak pinjam sebuah buku, dan aku adalah supir putri.

 

Dalam perjalanan, aku masih ingat dialog bersama putri,

“udalah da, nga akan mau nya dia sama mu da”

“masa sih, kau belum tau aja uda mu ini, heheh”  (uda : panggilan kepada adiknya bapak, dalam budaya batak)

 

Saat putri  bilang dina tidak akan mau, ekspektasiku dina itu cantik, pintar, atau gimanalah, sampai sampai menolak Turnip gitu loh. Akhirnya kamipun sampai di istana dian.

“tok tok,” ketok putri di pintu istana

“siaapahhhh”

“ini putri”

Saat itu dina terbangun oleh kedatangan kami, mengetahui yang  datang teman sekelas dan cewe, dian repleks buka pintu. Kemudian muka ku perlahan memerah, dan kami pun pulang dengan sebuah buku pinjaman yg nga di butuhkan, dan kekecewaan.

Dalam perjalanan, putri selalu mengejek, dan bilang  nya nga pede.

Sebenarnya saya sama sekali bukan nga PD, saat itu. hanya saja, Saya benar2 kecewa, karena ekspektasiku terhadap wanita itu sangat tinggi. Ternyata bukan Cuma jauh dari ekspektasi, tapi anda bisa bayangkan cewe baru bangun, rambut berantakan, muka sedikit gimana gitu. Itu di luar ekspektasiku sebelumnya, bertemu cewe yang tidak akan mau sama ku.

Lalu putri dengan tampang nya yang nga merasa bersalah, klarifikasi : “arti dari nga mau nya dia sama mu” , itu artinya “uda nga akan mau sama dia”. Logika seperti ini ntah dari mana, tapi karena itu ucapan putri. Trima sajalah ya.. heheh

 

Masih banyak tentunya kenangan bersama putri. Tpi kopinya benar benar habis, jadi sampai disini dulu. Tulisan ini menegaskan saja, motivasiku menulis itu, membuat cerita yg tidak tertebak… yg merasa temanku harusnya tau, heheheh.

Dan sekarang udah pukul 13.36, dan saya blum makan siang saudara saudara.

Okelah ya, mudah mudahan putri baca tulisan ini.

my princess

my princess 

setelah bangun pagi, seperti biasa aku menuju tas kesayanganku. tas itu ku beli beberapa tahun lalu seharga Rp 450.000,-, sebuah tas labtop dengan punya banyak kantong. setiap bangun biasanya tanganku meraba tiga ruang dari banyak ruang yang tersedia di laptop tersebut, dan ada tiga barang yg paling sering ku gunakan sebangun pagi. lap top, modem, dan 1kopi. kemudia menuju sebuah mej

a dan masih di temani 3 barang tadi. aku tiba tiba menyadari sedang merindukan seseorang, seseorang yg mampir di ruang mimpiku tadi malam. she is my princess.

aku sedikit terlarut dengan ruang waktu, seakan aku kembali kemasa lampau keseluruh tempat yang pernah ku singgahi bersama sang putri. terkadang aku bingung juga melihatnya, terkadang dia terlihat sangat kuat, pintar, dan tentu sedikit nakal. tapi anehnya, dia sering sekali sakit.

ada dua tempat yang sering kami kunjungi berdua, Klinik bumi ganesha, dan satu lagi ruang praktek dokter di sudut kota bandung. kalau penyakit putri terlihat ringan, kami biasanya menuju klinik bumi ganesha, alasannya tentu saja bukan masalah pelayanan tapi karena murah dan juga putri memiliki asusansi mahasiswa disana. dan kalau putri terlihat parah, kami menuju praktek dokter putri. dokter itu memang sepertinya terlahir untuk putri, sekali penanganan biasanya langsung sembuh. tapi emang lumayan mahal. jadi dokter putri ini bekerja hanya ketika kondisi putri darurat.

komunikasiku dengan putri mirip seperti protokol dalam kerajaan, -baku, simple, dan jelas.
“hallo, sibuk nga”
“ya, kenapa?”
“ya udah, ga papa”

“hallo, sibuk nga”
“ga, kenapa?”
“bisa antar ke dokter, aku sakit”

dua komunikasi itu paling sering kami gunakan. dan karena kalau aku sedang sibuk, putri selalu bilang “ya udah nga papa”. sampai akhirnya sesibuk apapun aku, aku selalu jawab “ga, kenapa?”. dan memang hampir selalu, setiap mendapat SMSnya selalu menuju dokter.

suatu ketika, aku sedang belajar untuk suatu ujian yang menurutku menankutkan “ajabar linear”, sekalipun memang agak sulit, matakuliah itu menakutkan karena dosen ku “jauh lebih mencintai matematika dari kemanusiaan”, heheh. tiba2 lagu “lihat sekitar kita -krakatau band” bernyanyi di sampingku dari sebuah Handpone. sms itu datang atas nama putri, kembali menanyakan “hallo, sibuk nga”, aku tak menyempatkan diri untuk membalas smsnya, putri sedang sakit sekarang, pikirku dan langsung menuju parkir.

dalam perjalanan menuju istana “putri”, aku berhenti di sebuah lampu merah di bawah jembatan layang surapati- yang konon katanya “karya anak negri”. sambil menunggu lampu hijau menyala, aku memeriksan hp ku yg ternyata mendapat sms kedua dengan isi yang sama. lantas kau membalas, aku udah di dago, sebentar lagi sampai. ok?

sesampaiku di istananya, -yang kebetulan putri tidur di lantai dua, aku di sambut sebuah senyuman dari gadis yg kuat, sehat, dan sedikit nakalnya. 

“kamu nga klihat sakit put!!”
“siapa bilang aku sakit?”
“yahhhhhhhh, kirain sakit. aku sampai nga belajar untuk ujian besok put”
“yeee, siapa suruh….”
“tapi, kan biasanya tiap sms kamu pasti sa..”
“udah masuk dulu sinih…”

kamipun menaiki tangga demi tangga menuju kamar putri.
“tadi kamu mau bilang pasti apa?”
“pasti sakit,”
“enak aja,”
“kalo gitu masak dulu gihh”

bisa ku bilang enak, anda tau kenapa? karena putri masak indomie telur. bumbunya udah ada, tentu pasti enak, apalagi saat itu masih mahasiswa. untuk membayar indomie telur tersebut, aku menanyakan ada apa sms tadi…

“knapa tadi sms?”
“pengen ketemu aja, nga boleh” dengan tampang polos pada hal penuh kepentingan
“nga biasanya ajah…”
“tadi mau ajak belanja, tapi kalo kamu mau ujian nga jadilah…”
“ya udah nga papa, ayok ajahh”

putri memang selalu begitu, cocok seperti putri kerajaan pandai berpolitik, dengan satu senyum dapat memastikan semua kesepakatan beres.

waktu itu tepat di hujan november, sesampai di pasar belanja hujan turun perlahan di pasar tradisional tersebut. pasar seakan jadi milik berdua berlari sesekali melompat kubangan air. tentu saja aku tak berpegangan tangan dengan putri, selain bisa jadi skandal istana, karena kedua tanganku penuh belajaaan.

setelah menunggu hujan sebentar, hujan akhirnya berhenti untuk kepulangan putri ke istana. namun apa mau dikata, istan tidak punya pawang hujan saat itu, baru saja berangkat dari pasar, hujan kembali turun. itu menjadi ciri khas kota bandung, hujan, berhenti sebentar, kemudian hujan lagi, seakan mau bilang #seperti cinta yang tiada henti.

sebenarnya di jok sepeda motorku ada mantel merah. tapi saya dan putri memutuskan tidak menggunakannya, -walau khawatir putri akan sakit. rasanya perlu bermain hujan menjadi kenangan terakhir sebum putri meninggalkan bandung. tentu saja aku tak merasakan sedikitpun dinginnya hujan bandung, berada 5 meter saja dari putri terasa hangat, apalagi bersama duduk di jog kecil motorku.

sialnya bandung itu terasa sempit, bukan saja efek relativitas cinta atau relativitas einstein, namun 30 menit sudah sampai dari ujung hingga ujung. bandung benar benar sempit… sesampai di istana dengan baju basah kuyup, mataku tertuju pada putri dengan penuh khawatir apakah “anak ini akan sakit atau tidak”.

dengan memberikan sepasang baju training warna waninya, putri menyuruhku mandi. kemudian putri menyiapkan kopi terakhir bersama putri.

My princess 2.

Kopiku perlahan habis, ingin rasanya segelas kopi lagi untuk melanjutkan cerita ini. Sekalipun rasanya sedikit hambar di banding kopi terakhir bersama putri. Tentu saja kopinya sama, sama sama kopi asal samosir yang pahit tapi menyegarkan. Namun, akupun teringat nasihat putri untuk membatasi minum kopi. Sesekali aku ragu juga atas nasehatnya, masa orang sakit sakitan menasehatiku masalah kesehatan? Tapi karena hari ini dia benar benar “ngangenin” jadilah kuputuskan membatasi kopi ini.

 

Teringat kembali mata kuliah “aljabar linear” itu berakhir nilai E. Saya sama sekali tidak menyalahkan putri, karena tanpa nilai “E” di matematika terasa hambar. Lagipula coba anda ingat guru atau dosen anda, yang paling menyeramkan itu bagian penting dari hidup anda. Dan lagipula akhirya aku belajar 2 semester untuk aljabar itu, walau nilai setelah di ulang masih aja “C”, tapi saya bisa merasakan aljabar linear itu. Tentu untuk ukuran anak matematika, saya masih tergolong lambat menghitung nilai eigen, vector eigen, atau transformasi. Namun, kasusnya bukan menghitung, dalam alam semesta apa itu nilai eigen? Apa itu vector eigen? Itulah kenikmatannya. Untuk yg tergolong awam dalam “aljabar linear”, lihat saja contoh kasus penyebaran virus, kenapa yg terinfiksi di isolasi? Karena itulah nilai eigennya. Untuk kasus korupsi, kenapa pemberantasan tdk pernah berhenti, karena itu bukan nilai eigen. Nilai eigen ada di calon koruptor (rekrutmen), semasi itu belum di benahi, korupsi tidak pernah selesai. Atau kasus perokok dan peminum, setinggi apapun pajak perokok dan peminum tetap saja minum, karena itu bukan nilai eigennya, nilai eigennya di calon perokok dan calon peminum. Membatasi calon ini adalah jalan merendam kasusnya. Itulah nilai egen, tentu dalam persamaan matematika di simbolkan.  Putri kebetulan jurusan farmasi. Suatu ketika aku kembali ke istana untuk belajar meredam penyakit seperti di kasus nilai eigen di atas. Tapi anda tau, sama sekali tidak nyambung di pikirkan secara matematika dan di pikirkan secara farmasi. Dalam farmasi menemukan obat tentu penting sekali, tapi dalam matematika jauh lebih penting meredam penyakitnya, sekalipun ada banyak yg mati. Toh itu hanya hitung-hitungan pemisalan. Dan akhirnya saya pulang dengan satu buku farmasi, untuk di baca.

 

Tapi coba kembali ke tulisan 1, melihat putri basah, dan berduaan di kamarnya, masa sih nga melakukan apa apa? Apa anda berpikir saya nga normal? Masa aku khawatir dia sakit ato nga, dimana basah air hujan tentu ada efek tembus pandang?

 

Beberapa minggu kemudian-tepat momen natal seperti sekarang, walau tanpa salju, aku mengajak putri ke istana sebelah. Mengunjugi rumah someone. Motivasinya jelas, ingin menyambut tahun baru nanti dengan pacar baru. Sebut saja namanya “dina”. Dina  dan putri teman sekelas di farmasi. Jadi, strateginya, putri hendak pinjam sebuah buku, dan aku adalah supir putri.

 

Dalam perjalanan, aku masih ingat dialog bersama putri,

“udalah da, nga akan mau nya dia sama mu da”

“masa sih, kau belum tau aja uda mu ini, heheh”  (uda : panggilan kepada adiknya bapak, dalam budaya batak)

 

Saat putri  bilang dina tidak akan mau, ekspektasiku dina itu cantik, pintar, atau gimanalah, sampai sampai menolak Turnip gitu loh. Akhirnya kamipun sampai di istana dian.

“tok tok,” ketok putri di pintu istana

“siaapahhhh”

“ini putri”

Saat itu dina terbangun oleh kedatangan kami, mengetahui yang  datang teman sekelas dan cewe, dian repleks buka pintu. Kemudian muka ku perlahan memerah, dan kami pun pulang dengan sebuah buku pinjaman yg nga di butuhkan, dan kekecewaan.

Dalam perjalanan, putri selalu mengejek, dan bilang  nya nga pede.

Sebenarnya saya sama sekali bukan nga PD, saat itu. hanya saja, Saya benar2 kecewa, karena ekspektasiku terhadap wanita itu sangat tinggi. Ternyata bukan Cuma jauh dari ekspektasi, tapi anda bisa bayangkan cewe baru bangun, rambut berantakan, muka sedikit gimana gitu. Itu di luar ekspektasiku sebelumnya, bertemu cewe yang tidak akan mau sama ku.

Lalu putri dengan tampang nya yang nga merasa bersalah, klarifikasi : “arti dari nga mau nya dia sama mu” , itu artinya “uda nga akan mau sama dia”. Logika seperti ini ntah dari mana, tapi karena itu ucapan putri. Trima sajalah ya.. heheh

 

Masih banyak tentunya kenangan bersama putri. Tpi kopinya benar benar habis, jadi sampai disini dulu. Tulisan ini menegaskan saja, motivasiku menulis itu, membuat cerita yg tidak tertebak… yg merasa temanku harusnya tau, heheheh.

Dan sekarang udah pukul 13.36, dan saya blum makan siang saudara saudara.

Okelah ya, mudah mudahan putri baca tulisan ini.

Hey you, Danau Toba Darurat BUNG

“Save Lake Toba for Next Generation”

Air merupakan kebutuhan pokok yang sangat di butuhkan manusia seperti; untuk di minum, memasak, mencuci, pertanian, dan sebagainya. Namun, tidak jarang banyak yang kekurangan air bersih akibat ulah manusia itu sendiri. Lalu bagaimana dengan danau toba?

Pada musim hujan, penduduk sekitar danau toba menggunakan air danau toba sebagai air munum, memasak, mencuci, dan sebagian lagi untuk pertanian. Ketika musim kemarau, banyak penduduk dari desa desa yang jauh dari pinggir pantai tergantung kepada air danau toba. Melihat dari google map dan data bandan pusat statistic (bps). Ada 5 kabupaten yang menggunakan air danau toba. Mengambil contoh kabupaten samosir, ada 8 kecamatan yang berbatasan dengan danau toba. Melihat pola penyebaran penduduk, kecamatan panguuran, simanindo, nainggolan, dst yang berada di tepat di pinggir danau toba. Dengan kata lain dari 82.000 penduduk samosir lebih dari 50% tergantuk kepada air danau toba. Apakah kita tidak tergantung kepada danau toba?. Selain kebutuhan akan airnya, ada banyak nelayan yang hidup dari danau toba. Belum lagi setelah Megawati menabur benih ikan pora pora, yang banyak penduduk meberikan nama ikan mega. Hadirnya ikan mega tersebut membuka home industry di sekitar danau toba.  Danau toba itu adalah sumber kehidupan.

lanjutannya di BLOG ku sebelah ya
http://fajarbaruindonesia.wordpress.com/2012/09/26/hey-you-danau-toba-darurat-bung/

Pencuri Mangga dan Pemilik Mangga

Pencuri Mangga dan Pemilik mangga

… Mungkin hanya sebuah kebetulan lahir di desa kecil bernama Panangkohan, -Hometown ku ini berada di puncak pulau samosir. Kami tentu benar benar merasakan samosir itu sebagai pulau, karena kami bisa melihat sudut pandang yang lebih luas. Ketika kami menatap kea rah utara, akan terlihat pantai simanindo dan kabupaten simalungun di seberang danau. Menatap kea rah selatan akan terlihat kota kecil pangururan juga air hangat yang terseyum, dan semenanjung2 kecil. Menatap ke  rah selatan juga ada pantai lainnya beserta kabupaten dairi di sebrang sana. Sementara di sudut timur, ada pantai mogang nainggolan, dantentu kabupaten tobasa. Itu alasan sederhana, yg membuatku tidak pernah merasa orang pangururan. Sekalipun desaku masuk kecamatan pangururan, saya bisa merasakan satu kesatuan sebagai satu kabupaten samosir.

 

Salah satu yang harus di syukuri lahir di desa kecil, fasilitas kami sangat terbatas. The power of kepepet benar benar bisa di rasakan sejak dini. Setelah umur 12 tahun saya berangkat ke perantawan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, di kota pangururan. Jarak dari desaku sekitar 20 kilometer, dan 10 km di antaranya harus di tempuh dengan jalan kaki. Yang mana jalanya sangat terjal, bayangkan sekolah di bibir pantai danau toba, sedangkan rumah ku di puncak pulau samosir. Itu alasan kenapa harus nge kost. Saking tingginya, kadang kadang ada yang bilang 500 perak lagi ongkos untuk sampai ke sorga. Tapi memang, nga sekedar ejekan. Konon katanya, dulu Tuhan itu benar benar dekat dengan desaku, pagi kita berdoa, sore udah di kabulkan olehNya. Tapi seiring bertambahnya dosa2 warganya, Tuhan sudah semakin jauh untuk saat ini.

 

Setiap hari sabtu, saya dan teman2 perantau dari panangkohan, salah satunya Manton Turnip, pulang ke kampung. Pulang sekolah waktu itu, sekitar 13.30, dan karena langsung pulang dari sekolah, kami biasanya makan siang di rumah (panangkohan) sampai tepat 16.00. Kalau terlambat, fatal akibatnya. Kebetulan ayahku seorang dictator, tapi syukurlah aku terbiasa memiliki disiplin waktu yang sangat baik. Bukan sombong, setiap pembaca yang pernah satu orangnisasi atau kuliah bareng denganku bisa melihat saya hampir tidak pernah terlambat. Bahkan, terkadang lebih baik tidak sama sekali dari pada terlambat. Namun, kalau orang terlambat, saya tentu bisa toleransi, karena tidak semua terlahir seperti saya.

 

Sepulang sekolah pada setiap sabtu, kami mulai pendakian dari desa lumban suhi. Di pingiiran jalan, banyak kami temukan pohon mangga seperti di siarkan trans 7 barusan. Tanpa pernah berpikir itu dosa, tentu dinikmati saja, karena melakukan pencurian di lakukan berjemaah, kadang sampai 30 orang. Mungkin ini persis seperti di birokrasi yg rusak, karena melakukannya berjemaah jadilah nga merasa bersalah. Dan di desa lumban suhi  dolok (nama lain dari Harapohan) ada seorang bernama Risman Simajorang. Saat itu kami tidak saling kenal. Karena kami melakukan pencurian mangga tanpa batas, penduduk setempak (sebut saja Risman Family karena satu kampungnya) sering mengintai kami.

Suatu ketika, memanjat mangga yang paling tinggi di desa tersebut, (mungkin sok berani atau cari perhatian), saya terus naik ke puncak yang paling tinggi. Karena memang di puncak buah mangganya lebih bagus, karena hanya sedikit yang mampu meraihnya. Tanpa sadar, pemilik mangga mendekat bawa golok dan satu buah pohon besar. Melihat pemilik datang, teman2 seperjuangan melarikan diri. Akhirnya tinggallah saya satu lawan satu dengan pemilik mangga. Dia punya senjata bambu dan menusuk dari bawah. Tpi saya punya senjata mangga yang bisa melempar dari atas.. bagaimana kelanjutannya… nanti malam ya, saya pergi ngajar dulu… kan nga boleh terlambat, heheh

 

Part 2.

Kasusnya sedikit rumit, pemilik mangga tentu tidak berani menuju puncak mangga. Sekalipun memaksakan diri, sebelum dia sampai mungkin cabang pohon mangganya akan patah. Sayapun tidak bisa turun, karena bisa di potong dengan golok. Itu pertimbangan pertama waktu itu.

Kalau teman2 saya rame rame datang melawan pemilik mangga, itu juga masalah besar. Karena, bisa jadi esoknya kami tidak bisa berangkat kembali ke pangururan. Atau kasus terburuk, bisa jadi perang antar desa. Kita harus menemukan solusi tanpa masalah, (udah kayak iklan aja ya)

Kalau saya lempari pakai mangga dari atas, tentu itu nga cocok. Karena seperti ramalan zodiac yang belum tentu benar itu, cancer seperti saya, orangnya tidak tegaan melakukan penyerangan.

Kalau saya tunggu di atas, masalahnya, sampai di rumah akan terlambat dan akan fatal akibatnya. Seperti saya jelaskan sebelumnya.

Akhirnya sayapun menyerah. Menyerah turun perlahan, dan kontrak politik (dirahasiakan).

 

Dalam perjalanan pulang tersebut, ada orang tertentu yg di jemput dengan kreta (kalo dikota baca :motor). Melihatnya waktu itu, wow, itu seperti putri kerajaan yang punya pengawal dan supir pribadi. Tapi beberapa tahun berikutnya, sayapun pulang dengan kreta, baru sadar bahwa naik kreta itu biasa aja.

Esoknya pun tiba, hari minggu. Kali ini saya dan teman teman perantau lainnya berangkat menuju pangururan, salah satu kalimat yg menjijikkan waktu itu, sinidiran, “pardolok  pardolok ( orang kampung, orang kampung). Itu sungguh menyayat nyayat hati. Ucapan “pardolok” ini sering sekali di ucapkan orang di sekitar perjalanan kami, spesifiknya oknum tertentu di pangururan. Tapi sekarang, SAYA bangga sekali PARDOLOK. Kalau masih ada yg suka menyindir dengan sebutan pardolok, ya itu beda level dengan saya. Apakah level saya di bawah dia atau sebaliknya, itu urusan kedua.

 

Setelah ketahuan jadi pencuri, apakah kami berhenti mencuri mangga? Tidak teman, itu sama sekali nga, tapi meningkatkan kemampuan, termasuk menginteli pemilik mangga supaya tidak ketahuan lagi. Dan itu hanya menjadi terakhir kalinya tertangkap mencuri mangga.

 

Keahlian memanjat mangga ini tidak berakhir sampai di situ, di sekitaran pangururan kami menjadi professional. Memanjat kelapa, pining (pinang) beberapa proyek yang sering kami jalani di pangururan. Kali ini professional, bukan sebagai pencuri. Kalau tidak salah, waktu itu di bayar 5000 rupiah, memanjat puluhan pohon selama tiga jam. Pukul 15.00 sampai 18.00 sepulang sekolah. Meskipun sedikit banda, tentu saya hampir tidak penah bolos sekolah, bukan karena sok alim, tapi orang tua saya punya CCTV di sekolah, (orang tua saya berteman dengan banyak guru). Jadi sedikit saja bertingah di sekolah, akan sampai beritanya ke telinga ortu saya.

 

Kurang lebih filosofinya gini bro :

Missal kita punya ternak “kerbau”. Pilihan pertama, kerbaunya di ikat pakai tali (di tambat). Atau pilihan ke dua, di bebaskan dalam kandang. Tentu dalam pilihan kedua ini, kerbaunya merasa bebas, namun sebenarrnya banyak pagar yg membatasi.

Walaupun analoginya agak nga enak, tapi sepertinya seperti itu. Saya mengalami sedikit kegilaan dan kenakalan remaja, tapi dalam batasan tertentu.

 

Singkat cerita, 2006. Nama sayapun tercantum di kompas, bukan sebagai pencuri mangga ya, tapi lulus SPMB waktu itu, sekarang namanya SNMPTN. Dan buat saya kelulusan itu mengecewakan, karena lulus di pilihan kedua.

2007, Risman Simanjorang (pemilik mangga) yg mencatatkan namanya di kompas tersebut. Saya kurang tau, tpi sepertinya dia bahagia bangat.

Kemudian, saya (pencuri mangga) dan Risman (pemilik mangga) bertemulah di bandung. Kemudian kami dua sama sama mencuri mangga,, haha bcanda.

 

Setelah bertemu risman, sayapun menyukuri lulus di pilihan kedua waktu SNMPTN itu. Bertemu risman rasanya “sesuatu yang membahana cetar2” hehe.

Untuk risman family, maaf ya, mangganya kami curi. Anggap saja menabung, mudah mudahan di masa depan bisa membayarnya ke masyarakat pemilik mangga tersebut.

The end